Cerita Sex Hilangnya Sebuah Setatus Perawan

Cerita Sex Hilangnya Sebuah Setatus Perawan

Cerita Sex – Cerita Sex Hilangnya Sebuah Setatus Perawan, Saya seorang mahasiswa di suatu universitas swasta yang cukup terkenal di Bandung. Suatu hari menjelang ujian akhir semester, saya diajak oleh adik kelasku untuk belajar bersama. Aku menerima saja, karena dari dulu semenjak ia masuk ke jurusanku, aku memang sudah ingin jadi pacarnya.

Perawakannya cukup cantik, dengan tubuh yang ramping
terawat, dan tentunya kulit yang putih karena ia
keturunan Cina. Laura namanya. Begitu Laura mengajakku,
tentu saja kujawab, “Mau..” “Jam berapa?” tanyaku. “Jam
3 sore, di rumahku, jangan terlambat soalnya nanti nggak
selesai belajarnya”, jawabnya. Wah, kesempatan nih,
pikirku. Setahuku, ia tinggal berdua saja dengan
pembantunya karena ayah dan ibunya yang sibuk mencari
nafkah di luar pulau Jawa.

Pulang kuliah, aku langsung bergegas pulang, karena
kulihat sudah jam 14:30 WIB. Dengan cepat kumasukkan
buku yang sekiranya akan dipakai ke dalam tas, karena
takut terlambat. Sesampainya di rumah Laura, aku
langsung memencet bel yang ada di gerbang depan
rumahnya, rumahnya tidak terlalu besar, tapi cukup
nyaman kelihatannya. Sempat aku bertanya, kok rumahnya
sepi banget. Kalau begitu berarti bonyoknya lagi pada
pergi, jawabku dalam hati.

Tak lama setelah itu, Laura keluar membukakan pintu. Aku
cukup kaget dengan penampilannya yang menarik, kali ini
dia memakai kaos yang cukup ketat dan celana pendek
ketat. Dia tersenyum lebar padaku, sambil mempersilakan
aku masuk. Ketika masuk, aku merasakan rumahnya
benar-benar sepi. “Langsung saja kita ke ruang tengah,
yuk!” ajaknya.

Sesampainya di ruang tengah, aku langsung duduk di
karpet karena tidak ada sofa. Ruang tengahnya didesain
ala Jepang dengan meja Jepang yang pendek yang disertai
rak majalah di bawahnya.

“Tunggu yah, aku mau mandi dulu”, katanya, “Habis
keringatan abis senam nih!” Ternyata aku baru tahu kalau
badannya bagus karena ia sering senam. “Kamu mulai aja
dulu, nanti terangin ke aku yah”, katanya. “Kalo mau
minum, ambil aja sendiri, soalnya pembantuku sedang
sakit, dia lagi tiduran di kamarnya.”

Cukup lama aku belajar sambil menunggunya dan akhirnya
aku bosan dan melihat-lihat majalah yang ada di bawah
meja di depanku. Kulihat semuanya majalah wanita, mulai
dari kawanku, kosmo, dan majalah wanita berbahasa
jepang. Tanpa sengaja, ketika kulihat-lihat kutemukan
sebuah majalah yang berisikan foto cowok bugil dengan
otot-otot yang bagus di tengah majalah bahasa jepang
itu. Aku sempat kaget melihatnya. Bersamaan dengan itu,
ia keluar dari kamar mandi yang letaknya di sudut kamar
tengah di mana aku duduk. Dia keluar memakai kimono kain
handuk putih. Karena keasyikan, aku tidak sadar kalau
dia mendekatiku. Kupikir dia pasti masuk ke kamarnya
untuk berpakaian terlebih dahulu. Aku sempat grogi,
karena aku belum pernah didekati oleh wanita yang hanya
menggunakan baju mandi, karena di rumahku tidak ada
saudara perempuan, jadi aku merasa tidak biasa.

“Ih, kamu, disuruh belajar malah liat-liat yang
aneh-aneh.”
“Ini mah nggak aneh atuh”, kataku, “Aku juga punya, dan
badanku juga kayak gini loh!” bisikku sambil menunjuk ke
salah satu model cowok di majalah tersebut.
Aku memang sudah ikutan fitness sejak kelas 2 SMU, tak
heran kalau aku lebih terkenal karena badanku yang bagus
dibanding kegantenganku.
“Ah, masa?” katanya, “Gua nggak percaya ah.”
“Kamu kok tahan sih liat-liat kaya beginian?” tanyaku.
“Mana ada yang tahan sih?” balasnya.
“Tadi lagi nunggu kamu dateng ke sini saja aku sempet
liat-liat dulu majalah itu lho! Jadi kamu tau khan,
kenapa saya lama mandinya?” jawabnya sambil tersenyum
mesum.
“Ihh, kamu ini!” balasku, “Ternyata suka juga ya sama
yang gituan.”
“Iya dong, tapi, James katanya kalo maen langsung lebih
enak ya dibanding masturbasi?” tanyanya. Saya sempat
kaget ketika dia tanya hal yang begitu dalamnya.

“Kata kamu, kamu mirip ama yang di foto majalah itu,
buktiin dong.”
Wah, kupikir ini cewek sudah horny banget. Aku sempat
grogi untuk kedua kalinya, aku cuma bisa tersenyum.
“Iya sih katanya, tapi khan…”
Belum selesai aku bicara, dia langsung mencium bibirku.
“James, tau nggak kalo aku tuh sebetulnya udah seneng
banget ama kamu semenjak aku ketemu kamu”, bisiknya
sambil mencium bibirku. Aku kaget dan responku cuma bisa
menerima saja, soalnya enak sih rasanya. Terus terang
aku belum pernah dicium oleh cewek sampai seenak itu,
dia benar-benar ahli.

Tanpa sadar, posisinya sudah berada di atas pangkuanku
dengan paha yang menjepit perutku. Sambil menciuminya,
kuelus-elus pahanya dari atas ke bawah, dan dia
mendesah, “Akh… enak sekali!” Kuteruskan aksiku sampai
ke kemaluannya, kuraba klitorisnya, dan kugosok-gosok.
Desahannya semakin keras, dan tiba-tiba dia berhenti.
“Wah, kok berhenti?” aku bertanya dalam hatiku. Langsung
saja kubisikkan padanya bahwa aku juga betul-betul
menginginkannya jadi pacarku sejak awal bertemu. “Lalu
mengapa kamu nggak bilang ama aku?” tanyanya. “Karena
aku takut kalau perasaan kita berbeda”, jawabku. Dia
sempat terdiam sejenak.

Cerita Sex Lainnya:  Cerita Sex Kakak Iparku Yang Genit Bagian 2

Langsung timbul pikiran kotorku. “Udah tanggung nih”,
pikirku. Batang kemaluanku betul-betul sudah
bedenyut-denyut sejak tadi. Langsung saja kubuka baju
mandinya, dan kukulum dan kuhisap buah dadanya. Dia
menerima saja, malah merasa keenakan, hal ini terlihat
dari ekspresi wajahnya. Putingnya menjadi mengeras dan
tak lama kemudian, dia mendesah, “Aakh…” saat kupegang
liang kewanitaannya yang mulai basah.

Aku semakin terangsang, batang kemaluanku benar-benar
sakit rasanya. “Sayang, boleh kan kalau aku menjilati
lubang keramatmu?” Dia mengangguk tanda setuju. Langsung
saja kujilati liang kewanitaannya terutama daerah
klitorisnya. Lumayan lama aku menjilatinya sampai aku
merasa mulutku kering sekali. Akhirnya dia mendesah
panjang, “Aakhhh… aku mau keluar James…” Terlihat
cairan putih keluar dari liang senggamanya, baunya amat
merangsang dan rasanya jauh lebih merangsang lagi.

“James, maen beneran yuk?” ajaknya.
“Wah, gila juga nih cewek”, pikirku.
Karena batang kemaluanku sudah sakitnya bukan main,
langsung saja aku iyakan. Lalu kubuka semua baju dan
celanaku. Kubaringkan dia di lantai berkarpet, dan
kulipat kakinya, kunaikkan ke bahuku, dan mulai
kumasukkan batang kemaluanku yang sudah tegak itu.
Sempit sekali, hampir tidak bisa jalan. Kutekan lebih
keras. Dia menjerit kesakitan, “Stop James, sakit tau.”
Aku tidak menghiraukannya dan terus menekan batang
kemaluanku sampai rasanya kepala batang kemaluanku
menabrak sesuatu. Lalu aku mulai memaju-mundurkan
badanku ke depan dan ke belakang.

Laura mulai merasa enak, dia sudah tidak menjerit lagi.
“Tuh enak kan”, kataku.
“Iyah”, jawabnya, “Bener! enak sekali.. lebih cepet dong
James.”
Kupercepat permainanku, dan dia mendesah, “Ah.. ah..
ah..” karena merasa nikmat. Lama juga aku mengocoknya.
Tak lama kemudian, “James.. aku mau keluar lagi.”
“Sama”, balasku.
“Sedikit lagi, James… Aakkhhh… enak sekali James”,
bersamaan dengan itu, aku pun keluar dan kukeluarkan
seluruh spermaku di dalam liang kewanitaannya. Batang
kemaluanku terasa hangat dan nikmat bercampur jadi satu.
Kutarik batang kemaluanku keluar dan kulihat tetesan
darah di karpet. Aku sempat kaget, berarti dia masih
perawan. Aku sempat merasa senang banget waktu itu.

Laura bangun dan dia kaget saat melihat batang
kemaluanku yang cukup besar, panjang 15,5 cm diameter
3,5 cm. Langsung dia kulum batang kemaluanku, yang sudah
mau tidur lagi. Begitu dikulum, batang kemaluanku
berdiri lagi karena enaknya. Dia mainkan lidahnya di
kepala batang kemaluanku dan menjilat seluruh bagian
batang kemaluanku sampai masuk semua, sampai akhirnya
aku merasa ada dorongan yang kuat pada batang kemaluanku
dan, “Creeet.. creeet.. creet..” spermaku keluar, dia
hisap dan sebagian muncrat ke wajahnya. “Hmmm.. enak
sekali James”, terlihat ekspresi wajahnya yang senang.

Kami pun kelelahan, dan berbaring bersama di ruang
tengah sambil berpelukan dan mengucapkan kata-kata
sayang. Tanpa terasa waktu sudah jam 6 sore. Kami mandi
bersama, dan setelah itu kami makan malam bersama. Aku
disuruhnya menginap, karena malammya kita mau
mempraktekkan jurus yang lain katanya. Aku mengiyakan
saja. Lalu kutelepon ke rumah dan bilang bahwa aku malam
ini mau menginap di rumah teman, aku tidak bilang itu
rumah Laura, karena sudah pasti tidak boleh.

Begitu selesai, kita sempat tertawa bersama karena kita
tidak belajar malah bermain seks. Tapi tidak masalah
sekalian buat penyegaran menuju ujian. Dia balas dengan
senyum. Karena kehabisan pembicaraan, akhirnya kami
mulai terangsang lagi untuk berciuman. Kali ini aksinya
lebih gila. Sambil berciuman kami saling membuka baju.
Sampai tidak ada satu benang pun menempel di badan kita.
Lalu di bicara, “James, kita ke kamarku yuk, biar lebih
asyik.” Kugendong dia ke dalam kamarnya, dan kita
lanjutkan lagi dengan berciuman. Tak lama kemudian
kupegang liang kewanitaannya, sudah basah ternyata.
Langsung saja kubalikkan badannya dan kumasukkan batang
kemaluanku dari belakang. Kali tidak sulit. Dia mendesah
enak ketika kumainkan batang kemaluanku di lubang
senggamanya. Kumainkan terus sampai aku dan dia mau
keluar.

“Akkhhh…” kami berdua sama-sama keluar, kukeluarkan
spermaku di luar, karena takut dia hamil. Tenyata Laura
belum puas, dia membaringkan tubuhku di kasurnya. Dia
langsung berdiri di atas tubuhku dan mulai memasukkan
batang kemaluanku ke dalam liang senggamanya. “Ahhhh.. ”
desahnya, “Gini lebih enak James..”

Aku benar-benar lemas tapi karena permainannya yang
begitu hebat, aku sampai lupa. Dia teruskan sampai
spermaku keluar, cuma sedikit kali ini, tidak seperti
sebelumnya. “James dikit lagi juga aku keluar”, bisiknya
tertahan sambil menaik-turunkan tubuhnya di atas
badanku. Akhirnya dia keluar juga. Batang kemaluanku
terasa pegal sekali, badanku benar-benar lemas. Dia juga
terlihat lemas sekali. Kami tertidur lelap sampai pagi
di kasurnya sambil berpelukan dengan tidak berpakaian
karena pakaian kami tertinggal di ruang tengah dan malas
mengambilnya karena sudah capek.

Besok paginya, kami bangun bersama, mandi bersama,
sarapan dan pergi ke kampus sama-sama. Semenjak itu
kamipun sering belajar bersama, walaupun ujung-ujungnya
berakhir di kasur airnya yang empuk. Tapi aku jarang
menginap, karena takut orang tuaku curiga, ini cuma
rahasia kita berdua.